Blogger Kompasiana Facebook Twitter
Syaikh Ali Gum'ah Yusuf Al-Qaradhawi Al-Habib Umar bin Hafidz Al-Habib Ali Al-Jufri Prof. Dr. Zaghlul El-Naggâr Dr. Mohamed Emarah Prof. Dr. Thaha Al-'Ulwâni Syaikh Mohamed Hassan Yusril Ihza Mahendra Goenawan Mohamad Andrea Hirata Helvy Tiana Rosa Asma Nadia Gus Mus Dewi Lestari
Abdul Mun'im Kak Faizi Kak Musthafa B Kak Mamak Thiya Renjana Bahauddin Amyasi Izel Muhammad
Al-Arabiyah Al-Jazeera Kompas Tempo Interaktif Jawa Pos Sindo Surya Republika Duta Masyarakat Surabaya Pagi Detik
Waqfeya Library Al-Mostafa Library Mohdy Library
Google Yahoo MSN

Saya »

Foto Saya
Muhammad Afadh
Lahir di Prongpong, sebuah lipatan kecil dari pulau Madura. Sangat bangga bisa menikmati asupan pengetahuan di pesantren Annuqayah di bawah didikan dua Kiai bestari dan bersahaja, KH. Mahfudz Husaini dan KH.Abdul Adzim Khalid, dua orang Kiai yang di matanya menyimpan seribu kearifan--Semoga Allah meridhai beliau berdua—. Anti hegemoni, termasuk terhadap media-media mapan, itulah mengapa gema suaranya kerap dilantunkan hanya secara lirih, sebab dengan demikian, ia percaya kata-katanya akan mengalir alami. Maka, ketika semuanya menutup pintu, ia berharap, suaranya menjadi semacam celetukan yang hanya terdengar oleh hati nuraninya sendiri. Kini, sambil menikmati masa lajangnya di Kairo, ia menjadi penerjemah serabutan di beberapa penerbit, sekaligus menjadi penulis lepas di blog kesayangannya ini.
Lihat profil lengkapku »

Pembaca Setia

Sabtu, 12 Januari 2013 | Monggo dinikmati

Aku

Kan kau temukan aku dalam gelap
dalam kabut dan asap

Kan kau temukan aku dalam kesendirian
dalam lamun dan kesunyian

Inilah jubah dan sorbanku, gulungan opium dan dusta
wangi kemenyan dan madat cinta

Oh, aku, akunya Al-Hallaj dalam terompah Syibli
akunya Kamu dalam kangen dan iri

Oh, aku, akunya Ibn Abdul Halim dalam dawat Ibnu Al-Qayyim
akunya Kamu dalam bingung dan alim

Akulah Sunnimu
Akulah Syi'ahmu

Akulah kesesatan, dan juga iman



Kairo, 11 Januari 2013



Minggu, 11 November 2012 | Monggo dinikmati

Apabila Ragu

Malam itu, dalam sepasi keyboard melukis cahaya
yang berpendar dari matamu. Aku ragu. Seperti Da Vinci yang bimbang, kau bakar segala kesumat pada nadi.

Tapi apabila aku rindu, dan gagap bunga Daphne yang kau tanam di atas telingamu di suatu senja yang muram. Aku kehilangan gairah. Tapi, pada gulita yang pasrah, kau senandungkan juga lagu-lagu patah hati seseorang yang kehilangan separuh hatinya.

~ Meydan Jeehaz, 11 November 2012.

_______________________________

Senin, 29 Oktober 2012 | Monggo dinikmati

Kekuatan Bahasa

Sesungguhnya percakapan dengan sendirinya adalah media untuk memahami, maka dengan demkian ia adalah bahasa. Tetapi, berkenaan dengan cinta, ia adalah media untuk menarik, maka dengan demikian ia adalah kekuatan. Bahasa merupakan salah satu alat kehidupan, tapi dalam bahasa asmara, kehidupan yang menjadi alat cinta.

Agama dan Air Mata


Cinta adalah satu dari dua kata yang menjadi warisan kemanusiaan dan anugerah sejarah, dan satu dari dua dimensi yang pada keduanya mata langit dan bumi bertemu.

Dua kata tesebut tidak memiliki makna apa pun kecuali dua hakikat yang abadi; yaitu hakikat ketuhanan di dalam ruh, dan hakikat kemanusiaan di dalam hati. Kata pertama adalah agama dan yang kedua adalah cinta.

Keduanya keluar dari surga bersama Adam dan Hawa pada malam mereka terusir. Jika agama terpancar dalam ketakwaan Adam dan pertaubatannya, maka cinta terpancar dalam kecantikan Hawa dan air matanya."

Engkau


Matahari dan gemintang adalah api, tapi bagi bumi ia adalah cahaya. Sementara engkau adalah cahaya, tapi bagi hatiku engkau adalah api.

Engkau bawa kehidupanku, sementara kehidupan mengalir di antara kita dari mimpi manis untuk suatu kenyataan yang pahit.

Engkau yang beralih, dari akhir sebuah karya seni agung menuju akhir dari semua cinta yang ada di muka bumi ini.

Mencintaimu Adalah Keimananku


Mencintaimu adalah keimananku,
ampunan dan pembangkanganku

Aku datang padamu sementara harapan di sisiku
Istirah di antara dua lenganku

Aku mencintaimu laksana oase
Yang dengannya pupus semua dahaga laraku


Aku mencintaimu sebagai aura
Yang bercerita di tengah kebisuan orang-orang
tentang lagu-lagu yang pernah aku tulis mengenaimu

Aku mencintaimu sebagai kesurupan 
berkeliaran tengah malam
memercikkan vulkanik api

Aku mencintaimu
Laksana semburat cahaya Subuh yang bertandang
Di sebuah pagi hari yang dingin

Cinta telah membunuh beberapa orang yang ditenggelamkan rasa rindu
Sementara cintamulah yang telah membuatku hidup hingga kini

Andai aku disuruh memilih sebuah negeri
Niscaya yang aku serukan, ‘Cintamulah tanah airku!’
Dan andai aku berada di sebuah arah
Maka kedua matamulah alamatku pulang

Shaqar Quraisy, 04 November 2011

 
Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by Hamzah Herdiansyah | Published by Jurnalborneo.com
Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.